Kaya Dunia Akhirat
Umar bin Khattab ra pernah berkata : “Jadilah kalian bejana Al Quran dan sumber ilmu. Mohonlah kepada 4JJ1 rizqi yang cukup untuk sehari demi sehari. Harta itu tidak mendatangkan mudharat kepada kalian selagi ia tidak sangat banyak.”
Definisi kekayaan secara materi sangat mudah dipahami, demikian juga pengertian miskin secara harta, lebih mudah dipahami. Menurut Ibnul Qoyyim, kekayaan hakiki adalah kekayaan hati dan jiwa. Beliau menjabarkan kaya hati adalah kepasrahan dan kebergantungan mutlak pada 4JJ1 Swt. Sedangkan kaya jiwa adalah keistiqomahan kepada 4JJ1 dan mengarahkan semua perkataan dan perbuatan hanya karena 4JJ1 Swt.
Lebih tegas lagi Yahya bin Muadz pernah mengatakan “Besok di hari kiamat tidak ada lagi timbangan karena kefakiran dan kekayaan tetapi yang ada adalah timbangan karena sabar dan syukur”.
Jika kita ingin lebih jauh lagi merenung, ketahuilah kekayaan tidak hanya ada dalam satu rasa, satu bentuk dan satu makna. Kekayaan dapat dipahami dalam banyak konteks, kekayaan akan jiwa yang sabar, sabar menjalani prosesi-prosesi kehidupan. Tidak malas, tidak pasrah secara salah, tidak merampas hak orang lain.
Terlebih jika 4JJ1 karuniakan kekayaan dalam bentuk materi, ia tidak menjadi sombong dan kikir karenanya. Maka hendaknya segera letakkan kekayaan di tangan bukan di hati. Kaya dapat dimaknai juga dengan ikhlas. Ikhlas merupakan puncak pemahaman. Menancapkan dalam jiwa bahwa segala pemberian 4JJ1 dalam bentuk apapun adalah adil.
Bentuk lain dari kekayaan yang sangat berharga adalah ilmu. Sumber ilmu adalah 4JJ1 Swt. Penghargaan Islam terhadap ilmu sangat tinggi, karena ilmu memang kekayaan yang layak dihargai dengan tinggi. Bersyukurlah mukmin yang tinggi ilmunya. Memadai dan dapat memanfaatkan serta bermanfaat untuk orang lain dan lingkungan dalam rangka memuliakan Islam.
Anak-anak dan keturunan yang sholih merupakan bentuk lain dari sebuah kekayaan. Anak-anak adalah investasi. Anak yang sholih yang mendoakan kedua orangtuanya adalah aset kekayaan yang tak tergantikan oleh apapun. Tak berlebihan jika para Rosul, para Nabi selalu memohon diberikan keturunan yang sholih.
Ditengah krisis pemaknaan atas kaya dan miskin, kita tidak boleh salah langkah. Harus ada kehendak kuat, kemauan besar untuk meniti tapak demi tapak menuju kekayaan jati diri seorang mukmin yang kerinduannya kepada surga menjadikan ia banyak bekerja untuk mengejar puncak kekayaan yang tiada duanya. Karena kaya atau miskin, banyak atau sedikit, lama atau sebentar, susah atau mudah ternyata tergantung bagaimana kita memandangnya.
<< Home