Kisah Menjadi "Pejantan Tangguh" 2
Wah, ternyata hari ini memang kurang bersahabat. Kesiangan ke kampus dan di luar hujan turun dengan deras. Tapi nekat, maju tak gentar menerobos hujan. Karena angin yang bertiup kencang, rangka payung jadi patah. Masih untung pakai jaket walau tak urung sebagian tubuh jadi basah. Duuh, ada apa sih hari ini, mengeluh dalam hati.
Akhirnya dengan masih terengah-engah, tiba juga di ruang seminar. Walaupun teman-teman sudah berkumpul, tapi sensei belum juga datang. Kadang mikir, kalau sama sensei kok takut telat ya, tapi sholat kok selalu terlambat? Tapi sholat
Tak lama, seorang laki-laki umuran yang selalu mengenakan kacamata tebal dengan bingkai berwarna hitam serta rambut di kepala yang sebagian sudah hilang pun datang. Serempak, seluruh penghuni ruangan mengucapkan salam seraya sedikit menundukkan kepala.
Setelah itu, waktu pun berjalan dengan sangat lamban. Entah apa yang dijelaskan oleh teman-teman yang lagi presentasi. Duuh, sudahlah menggunakan bahasa Jepang, ditambah lagi ngomongnya cepat sekali. Alhasil, lebih banyak bengong daripada mengerti. Kenapa mereka enggak pakai bahasa Inggris saja ya? Kan setidaknya bisa lebih dipahami. Wah, ngeluh lagi. Tapi, kok malah nyalahkan orang, salah sendiri ngapain kuliah di Jepang!
Banyak banget email yang masuk hari ini, padahal baru semalam dihapus. Orang Indonesia memang sifatnya ramah dan hobi ngobrol, apalagi kalau udah 'ngompol'. Semua seakan-akan jadi pakar, dan merasa pendapatnya yang paling benar. Sibuk sih sibuk, tapi ngobrol selalu jalan terus. Lalu asyik membaca email sambil minum secangkir teh hangat.
Jadi kaget hingga keselek, karena ternyata sensei sudah berdiri di samping meja belajar. Mungkin karena keasyikan menelaah kalimat demi kalimat di setiap email, jadi tidak menyadari kehadiran beliau. Tak banyak yang dikatakannya, selain hanya meletakkan setumpuk lembaran kertas yang penuh coretan berwarna merah sambil mengatakan kalau perbaikannya harus selesai malam ini juga.
Sekelebat pikiran melayang, membayangkan istri dan anak di rumah. Ah, pasti mereka lagi enak-enakan. Kulkas yang penuh beraneka ragam makanan, bisa jadi cemilan buat dimakan. Kalau ngantuk, tinggal tidur. Apalagi dingin-dingin seperti ini, pasti lebih enak meringkuk di dalam selimut. Enggak mesti suntuk menghadapi buku-
buku dan berpuluh-puluh jurnal yang harus dirujuk. Wah, jangan-jangan istri dan anak benaran lagi tiduran setelah kenyang makan cemilan. Uh, jadi iri!
Karena puyeng dengan segala macam teori yang menjejali otak, akhirnya merebahkan kepala di atas meja belajar. Sebentar melepaskan rasa penat dan kesuntukan.
<< Home